Kompetisi Bidang IT

PEMERINTAN secara bertahap terus mereposisi program pendidikan kejuruan hingga 2020, dimana jumlah program yang “jenuh” di kejuruan akan berangsur dikurangi. Misalnya Program Keahlian Sekretaris, dari 2192 SMK pada tahun 2000 diproyeksikan menjadi 923 SMK pada tahun 2020. Sebaliknya, jumlah program keahlian yang dinilai prospektif dan berdaya serap pasar tinggi, seperti Pertanian, Pariwisata dan Kelautan, serta Teknologi Informasi akan ditingkatkan.

Dari sekian program keahlian di atas, keahlian yang memiliki prospek cerah salah satunya dan yang paling utama adalah di bidang Teknologi Informasi (dan Komunikasi). Selain membutuhkan pure kompetensi, artinya tidak sembarangan orang bisa berkarier dan berkarya di bidang tersebut –beda dengan Marketing misalnya– memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus, bidang TI memiliki perkembangan paling pesat saat ini. Betapa tidak, teknologi nirkabel (wireless), teknologi telekomunikasi (3G, 3.5G, Wimax, dst) makin lama makin canggih. Lalu di bidang hardware, siapa yang bisa menjamin dalam dua atau tiga bulan ke depan Intel tidak mengeluarkan prosessor terbaru? Atau peluang besar di balik gencarnya penegakan HaKI dimana sofware-software bajakan mulai berkurang sehingga perusahaan banyak beralih sistem operasi komputer (migrasi) dan memerlukan SDM terampil untuk melaksanakannya. Perusahaan, dengan demikian juga membutuhkan solusi TI, misalnya dengan software buatan anak negeri yang murah namun berkualitas.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Departemen Komunikasi dan Informatika (Sumber: http://www.kabarindonesia.com), bahwa kebutuhan SDM di bidang TI di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 32,6 juta sementara ketersediaannya baru sekitar 19,8 juta dengan jumlah penduduk sekitar 274 juta jiwa.  Tahun sebelumnya (2007) dari kebutuhan 30,3 juta baru terpenuhi 16,4 juta, sementara jumlah penduduk Indonesia tahun itu adalah 260 juta jiwa.

Lebih dari itu, selain mengalami kekurangan, ternyata sebagian SDM yang sudah mengisi pos-pos yang tersedia adalah berasal dari background pendidikan non-TI ! Gaji yang menggiurkan di depan mata, sebab bidang TI menjanjikan range salary yang di atas rata-rata jenis pekerjaan lain. Selain itu, di bidang TI juga bisa bekerja sekaligus berkarya. Bisa mendirikan perusahaan sendiri, bisa berbisnis dan bekerja di rumah, dan bisa memanfaatkan skill dan kompetensi untuk menghasilkan karya nyata.

Lalu, peluang seperti apa yang bisa dimanfaatkan? Padahal, perkuliahan untuk mendapatkan ilmu di bidang teknologi informasi pasti tersangkut masalah klasik: biaya. Sudah pasti ilmu eksakta dan komputer membutuhkan praktik yang banyak sehingga menaikkan biaya penyelenggaraan pendidikan. Bagi kelas masyarakat menengah ke bawah, sulit untuk mendapatkan lembaga pendidikan dan perguruan tinggi yang “merakyat”. Kalaupun ada, kualitasnya dipertanyakan. Padahal pendidikan penting sekali untuk mencapai karier dan masa depan yang cerah.

Jadi, berbahagialah jika Anda termasuk yang sejak SMK mendapatkan ketrampilan. Jika tidak, perlu sekali untuk mendapatkan ketrampilan tersebut. Atau, jika sudah masuk jurusan Teknik, Komputer, dan Akuntansi di SMK, namun masih belum “pede”, Anda perlu menambah “ke-pede-an” dan sekaligus menautkan embel-embel kompetensi di diri agar nantinya bisa leluasa memilih. Bisa bekerja, berwirausaha maupun ke jenjang perguruan tinggi selanjutnya dengan usaha, kemauan, dan bahkan biaya sendiri!

Jika demikian masalahnya, perlu dipikirkan strategi mendapatkan ilmu di bidang IT. Carilah informasi lembaga pendidikan dengan range biaya tidak mahal-tapi juga tidak murah dan mengorbankan kualitas. Misalnya cari antara Rp 5 – Rp 10 juta per tahun (bukan per semester!). Kedua, selain biaya terjangkau, dapat diselesaikan dengan cepat, tidak menyita waktu. Apa perlu hingga lima tahun atau hanya perlu satu tahun dan dua tahun dahulu, setelah bekerja baru melanjutkan? Atau jika punya masalah keuangan, apa ada jaminan setelah lulus, sehingga uang “tidak sia-sia” diinvestasikan? Perlu banyak dipikirkan mengenai masalah ini.
Lalu, ketika masa pendidikan nanti, apa yang diperoleh. Kalau bisa, jika sudah bekerja dan berkegiatan lain, misal wirausaha, dapat mengambil kelas di sesi waktu khusus (kelas karyawan). Jika tidak begini, bagaimana kita dapat mengambil manfaat ilmu teknologi informasi yang berharga?

Cari lembaga dengan kadar kualitas, kualifikasi dan kompetensi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan terpercaya. Yang memberikan kurikulum dan fasilitas terbaik. Lalu yang memiliki jalinan kerjasama dengan perguruan tinggi terakreditasi untuk meneruskan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Kompetensi itu penting, namun gelar yang dicapai juga menentukan posisi di perusahaan tempat bekerja. Selain itu, standard kompetensi perlu juga diukur oleh sertifikasi, baik nasional maupun internasional. Selanjutnya, targetnya adalah sertifikasi alias “pengakuan” atas skill dan kompetensi kita. Jadi, tidak ada kata STOP untuk belajar. Kata pepatah, Tuntutlah ilmu sampai ke liang lahat, atau sampai ke negeri Cina. Setuju ya?

Tinggalkan komentar